Sebuah keluarga yang harmonis, yang teratur dengan ajaran Islam yang
penuh rahmat akan terus berkesinambungan hingga keluarga tersebut tumbuh
berkembang. Hubungan antara suami dengan isteri serta hubungan antara
anak dan kedua orang tua senantiasa terjalin dengan baik dalam hubungan
kekeluargaan yang tertata rapi dalam suasana akrab.
Tidaklah dipungkiri bahwa dalam perjalanannya selalu saja ada problematika dalam rumah tangga. Akan tetapi Allah telah mengatur segala sesuatunya di dalam Islam. Konsep ishlah (perbaikan) dalam rumah tangga Islam selalu dikedepankan sebelum adanya pilihan untuk berpisah. Perceraian antara suami dengan isteri tidak mudah terjadi dalam sebuah keluarga Islam yang mempunyai akidah yang sama, karena pernikahan telah mengikat mereka dengan sebuah akad/perjanjian yang kuat, yang tidak mudah terungkai hanya dengan hal-hal yang remeh.
Allah سبحانه و تعالي berfirman :
وَأَخَذْنَ مِنكُم ميثاقاغَلِيظاً…
”…dan mereka (isteri-isterimu) telah telah mengambil dari kamu perjanjian yg kokoh/kuat” (Qs.An-Nisaa : 21)
Hubungan antara anak dengan orang tua pun tidak mudah terputus. Anak tetap diajarkan untuk menghubungkan dengan orang tuanya meskipun jika sampai terjadi perpisahan antara kedua orang tuanya.
Hal ini karena seorang anak, siapapun dia, tidak boleh mengingkari nasabnya, tidak boleh ia mengingkari dari keturunan siapakah dirinya dan dari rahim siapakah ia dilahirkan. Bapaknya haruslah tetap yang berhak mengikuti namanya (bin Fulan atau binti Fulan). Seorang anak harus mengetahui, mengakui dan menyambung tali nasabnya.
Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda :
عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم : اعْرِفُوْا أَنْسَابَكُمْ تَصِلُوْا أَرْحَامَكُمْ
Dari Ibnu Abbas رضي الله عنه berkata, telah bersabda Rasulullah صلي الله عليه وسلم : “Kenalilah nasab kalian yang kalian dapat menyambung silaturrahim….” (Abu Dawud ath-Thoyalisi di dalam kitab musnadnya dan Al-Hakim : 308, 7365. Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 277 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir : 1051).
Dan bagi seorang anak, ibunya adalah seorang perempuan yang telah melahirkannya. Seorang anak harus senantiasa ingat akan hal ini dan harus senantiasa bersyukur terhadap ibunya.
Allah سبحانه و تعالي berfirman :
حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهاً وَوَضَعَتْهُ كُرْهاً
“…Ibunya mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah (pula)” (Qs.Al-Ahqaaf : 15)
Islam adalah agama yang penuh dengan kasih dan rahmat. Dalam kondisi yang kritispun tetap ada kasih dan rahmat. Sifat manusiawi yang menjadi fithrah yang baik dalam diri setiap manusia tetap terjaga dan terpelihara.
Hubungan silaturrahim antar anggota keluarga (di antara anak dengan anak) tetap berjalan meskipun terjadi keterpisahan antara bapak dengan ibu, atau antara anak dengan orang tua (jika terjadi perbedaan agama atau akidah–lihat dalam “silaturrahim”).
Dengan Islam, tak akan terjadi kekacauan dan kerusakan garis nasab di antara manusia.
Dengan Islam, penyikapan yang adil satu-sama lain setiap anggota keluarga dapat terpelihara.
Sumber : http://sekteislam.wordpress.com/2013/03/04/keluarga-dalam-islam/
Tidaklah dipungkiri bahwa dalam perjalanannya selalu saja ada problematika dalam rumah tangga. Akan tetapi Allah telah mengatur segala sesuatunya di dalam Islam. Konsep ishlah (perbaikan) dalam rumah tangga Islam selalu dikedepankan sebelum adanya pilihan untuk berpisah. Perceraian antara suami dengan isteri tidak mudah terjadi dalam sebuah keluarga Islam yang mempunyai akidah yang sama, karena pernikahan telah mengikat mereka dengan sebuah akad/perjanjian yang kuat, yang tidak mudah terungkai hanya dengan hal-hal yang remeh.
Allah سبحانه و تعالي berfirman :
وَأَخَذْنَ مِنكُم ميثاقاغَلِيظاً…
”…dan mereka (isteri-isterimu) telah telah mengambil dari kamu perjanjian yg kokoh/kuat” (Qs.An-Nisaa : 21)
Hubungan antara anak dengan orang tua pun tidak mudah terputus. Anak tetap diajarkan untuk menghubungkan dengan orang tuanya meskipun jika sampai terjadi perpisahan antara kedua orang tuanya.
Hal ini karena seorang anak, siapapun dia, tidak boleh mengingkari nasabnya, tidak boleh ia mengingkari dari keturunan siapakah dirinya dan dari rahim siapakah ia dilahirkan. Bapaknya haruslah tetap yang berhak mengikuti namanya (bin Fulan atau binti Fulan). Seorang anak harus mengetahui, mengakui dan menyambung tali nasabnya.
Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda :
عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم : اعْرِفُوْا أَنْسَابَكُمْ تَصِلُوْا أَرْحَامَكُمْ
Dari Ibnu Abbas رضي الله عنه berkata, telah bersabda Rasulullah صلي الله عليه وسلم : “Kenalilah nasab kalian yang kalian dapat menyambung silaturrahim….” (Abu Dawud ath-Thoyalisi di dalam kitab musnadnya dan Al-Hakim : 308, 7365. Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 277 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir : 1051).
Dan bagi seorang anak, ibunya adalah seorang perempuan yang telah melahirkannya. Seorang anak harus senantiasa ingat akan hal ini dan harus senantiasa bersyukur terhadap ibunya.
Allah سبحانه و تعالي berfirman :
حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهاً وَوَضَعَتْهُ كُرْهاً
“…Ibunya mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah (pula)” (Qs.Al-Ahqaaf : 15)
Islam adalah agama yang penuh dengan kasih dan rahmat. Dalam kondisi yang kritispun tetap ada kasih dan rahmat. Sifat manusiawi yang menjadi fithrah yang baik dalam diri setiap manusia tetap terjaga dan terpelihara.
Hubungan silaturrahim antar anggota keluarga (di antara anak dengan anak) tetap berjalan meskipun terjadi keterpisahan antara bapak dengan ibu, atau antara anak dengan orang tua (jika terjadi perbedaan agama atau akidah–lihat dalam “silaturrahim”).
Dengan Islam, tak akan terjadi kekacauan dan kerusakan garis nasab di antara manusia.
Dengan Islam, penyikapan yang adil satu-sama lain setiap anggota keluarga dapat terpelihara.
Sumber : http://sekteislam.wordpress.com/2013/03/04/keluarga-dalam-islam/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar harus Sopan, tidak boleh mengarah pada Fitnah dan Sara